Keputusan

Ada saatnya dimana kita (baca: saya) harus belajar, belajar membuat keputusan, keputusan yang meminimalkan resiko dan memaksimalkan keuntungan, keputusan yang bukan sekedar keputusan,  keputusan yang tidak hanya sesaat, dan yang paling penting bukan keputusan yang hanya untuk kepentingan dunia saja. Apapun permasalahannya pertimbangkan akhirat di dalamnya. Ingatlah sebagai seorang muslim, orang yang percaya kepada Allah, orang yang percaya akan rukun iman, maka sudah sepantasnya orientasi kita dalam hidup didunia ini tidak lagi hanya berorientasi akan duniawi saja,  melainkan juga akhirat, karena dunia hanya sementara dan akhirat selamanya. 

Taruhan rata-rata manusia hidup 80 tahun di dunia dan sekarang misalkan umur sudah 22 tahun,  berarti sisa hidup tinggal 58 tahun lagi, tidakkah bisa sabar selama 58 tahun untuk taat kepada perintah Allah?  Tidakkah bisa menunda berpoya-poya, menunda berbuat dosa selama itu? Lihatlah perbandingan antara kehidupan dunia dengan akhirat 80:infinity(abadan’abada), dan ingatlah tidak ada amal yang bisa kita cari di akhirat, karena akhirat adalah tempat untuk menuai bukan menanam, Dunia lah tempatnya jika kita ingin menanam,  dan apa yang kita tua adalah apa yang kita tanam dan itu selalu berbanding lurus, negatif berarti negatif dan positif berarti positif.

Perbaikan hidup,  jadikan hidup lebih baik dan mintalah pertolongan kepada Allah, karena tidak ada daya upaya kecuali dari Allah.

Almuthmainah 2015 | DQ 4

Salam hangat,

@irwananwar

Nb: Maaf jika diksi yang digunakan tidak tepat, hanya sebagai self reminder tidak ada maksud menggurui 🙂

Terlihat (haruskah?)

Jumat 23 April 2015@Almuthmainah 4 DQ

Berawal dari sebuah kejadian yang membuat saya bertanya akan sebuah kata “lihat” yaang  diberi imbuh “ter-”. Pertanyaan yang muncul pada saat itu yaitu

Kenapa kita(baca: saya) harus/ingin selalu “terlihat” di depan orang lain? bukan sebaliknya?

Walaupun kita(saya) tahu bahwa perasaan tersebut (sombong, ingin dilihat, dihargai, dipuji, tidak ikhlas, dsb) itu tidak baik juga tidak dibenarkan, tapi apa daya sebagai sifat manusiawi pasti perasaan itu selalu ada, namun yang membedakannya adalah kadar dan cara mengatasinya yang berbeda pada setiap pribadi. Begitupun halnya dengan saya sifat “manusiawi yng tidak perlu dituruti” tersebut pernah menghampiri, tapi InsyaAllah saya masih bisa mengatasinya tanpa harus orang lain tahu. Amin.  *sebelum melanjutkan membaca kita samakan presepsi(baca: akui saja.. Hhe)*

Padahal jika dipikir-pikir tidak terlihat itu lebih baik daripada terlihat,  coba saja lihat contoh berikut:

• Terlihat bodoh atau tidak terlihat bodoh? Mana yang lebih baik?

• Terlihat pintar atau tidak terlihat pintar? Mana yang lebih baik?

• Terlihat alim atau tidak terlihat alim? Mana yang lebih baik?

• Terlihat ramah atau tidak terlihat ramah? Mana yang lebih baik?

• Terlihat  sayang atau tidak terlihat sayang? Mana yang lebih baik?

• dsb.

Dalam menjawab ataupun melengkapi pernyataan yang mengandung kata “terlihat” biasanya selalu (tidak selalu juga sih hhee) diikuti kata “tapi” (maaf dalam hal ini saya bukan ingin membahas bahasa,  karena saya memang tidak kompeten dalam hal tersebut,  jadi sekali lagi maaf,  Just my opinion ˆˆ).  Berarti in this case, dibalik kata “terlihat” berarti ada kesalahan, karena “terlihat” ini hanya mengandalkan satu indra saja,  yaitu indra penglihatan. Jadi perbandingannya 1:5 jadi sangat mungkin “salah”.  Dari sedikit contoh diatas dapat disimpulkan bahwa “tidak terlihat” itu lebih baik. Yang jadi pertanyaan berikutnya yaitu

Kenapa kita(saya) selalu ingin “terlihat” padahal sudah jelas-jelas bahwa dibalik kata “terlihat” ada kepura-puraan,  ada kebohongan,  dan bahkan jauh dari kata jujur?

Bukankah kita tidak senang dibohongi? Tapi mengapa kita tetap “berusaha berbohong”, baik itu sengaja atupun tidak. Seharusnya jika kita(saya) tidak suka melihat orang lain bohong berarti saya jangan berbohong. Kita(saya) tidak mau terlihat sombong, bodoh, pintar, dsb berarti kita(saya) jangan menunjukan apa yang dapat merugikan(baca: mengurangi amal),  jauh raya,  jauh rasa ingin dipuji oleh makhluk,  berkata yang baik atau diam, diam sekiranya masih ada kemungkinan munculnya penyakit hati. Penyakit hati jang dibiarkan karena yang namanya penyakit ya tetap penyakit. Penyakit yang dapat menggrogoti amal,  amal yang sedikit ini. Penyakit yang dapat menjadikan pemiliknya lebih hina disisi Tuhannya.  (Astagfirullah.. Semoga Allah mengampuni kita semua.. Amin )

Ya Allah, kami akui selama ini kami banyak berbuat dosa, banyak amal yang masih jauh dari kata ikhlas, tanpa kami mengungkapkannya pun pasti Engkau sudah mengetahuinya, karena Engkau dzat Yang Maha Tahu, lagi Maha Mengetahui. Ya Allah Ya Ghafar, berikan ampunan pada kami, akan dosa yang telah kami perbuat,  dosa yang selalu kami ulang, Ya Allah tempatkan kami di tempat yang baik,  tempat yang terus membuat kami berfikir positif,  tempat yang tidak bertentangan dengan nilai-nillai islam, jangan biarkan kami berada di tempat yang selalu menganggap hal salah menjadi hal yang lumrah,  karena yang hak itu hak dan yang bathin itu bathin,  itu jelas semua, tidak ada yang abu-abu,  maka jangan tempatkan kami di lingkungan yang salah,  lingkungan yang membiasakan yang salah,  lingkungan yang menganggap biasa hal yang salah,  tapi tempatkan lah kami di tempat yang baik menurut Mu, baik bagi kami,  dan yang mendatangkan keberkahan di dalamnya. Amin

Nb: Terima kasih sudah membacanya, maaf sudah membuang waktunya. Semoga Allah mengabulkan dia kita semua, amin

Salam hangat,

@irwananwar